KUMPULAN PUISIKU
ANTOLOGI PUISI
Puisi
Abstrak
Oleh Linda Safarlina
Menghitung yg tak terhitung
Melihat yg tak terlihat
Menimbang yg tak terwujud
....
Tak terhingga
Tak ada alat ukurnya
...
Tapi
Tak ada yg tak bisa
Di dunia semua ada
Selalu ada jalan
Menyelesaikan pekerjaan.
Pwt, 8 Juni 2017
Lebih Baik Diam
Oleh Linda Safarlina
Jangan mudah
Membuang ludah
Tentu menjijikan
Menjilat kembali
Ludah sendiri
Jangan latah
Memberi komentar
Mengemukakan
Kekurangan atau keburukan
Atasan dan rekanan
Belum tentu kita
Lebih baik darinya
Bila di posisi
Yang sama
Jangan mudah
Mengaku Islam
Kaffah
Padahal
Belum datang
Ujian keimanan
Introspeksi diri
Renungkan kembali
Sebelum kata
Tersusun rapi
Jangan dilontarkan
Kata - kata
Memang hanya
DERETAN HURUF
TAPI
Bermakna dan berasa
Pwt, 2 Juni 2017
Abstrak
Oleh Linda Safarlina
Menghitung yg tak terhitung
Melihat yg tak terlihat
Menimbang yg tak terwujud
....
Tak terhingga
Tak ada alat ukurnya
...
Tapi
Tak ada yg tak bisa
Di dunia semua ada
Selalu ada jalan
Menyelesaikan pekerjaan.
Pwt, 8 Juni 2017
Lebih Baik Diam
Oleh Linda Safarlina
Jangan mudah
Membuang ludah
Tentu menjijikan
Menjilat kembali
Ludah sendiri
Jangan latah
Memberi komentar
Mengemukakan
Kekurangan atau keburukan
Atasan dan rekanan
Belum tentu kita
Lebih baik darinya
Bila di posisi
Yang sama
Jangan mudah
Mengaku Islam
Kaffah
Padahal
Belum datang
Ujian keimanan
Introspeksi diri
Renungkan kembali
Sebelum kata
Tersusun rapi
Jangan dilontarkan
Kata - kata
Memang hanya
DERETAN HURUF
TAPI
Bermakna dan berasa
Pwt, 2 Juni 2017
Virus Hati
Oleh Linda Safarlina
Tak ada mendung
Tak ada angin
Aku tertimpa badai
Meremuk redam jiwaku
Lara ini tak terperi
Mendatangkan hujan
Setiap malam
Entah sampai kapan
Badai itu menyebarkan
Virus hati
Yang penyembuhannya
tak cukup sekali
Tapi sekian masa
Terbang dengan sendirinya
Terlupa
6 Mei 2017
MUTIARAKU
Oleh Linda Safarlina
Hari ini kau ukir prestasi
Bercerita bahasa jawa di RRI
pengalaman yang ibumu ingin lakukan
Tapi tak pernah kesampaian
Semoga ini
Awal prestasi
Yang akan beranak pinak
Jangan bosan belajar, Delisa
Padamu kutitipkan impian
30 Maret 2015
MAN PURWOKERTO 2
Oleh Linda Safarlina
Oleh Linda Safarlina
Tak ada mendung
Tak ada angin
Aku tertimpa badai
Meremuk redam jiwaku
Lara ini tak terperi
Mendatangkan hujan
Setiap malam
Entah sampai kapan
Badai itu menyebarkan
Virus hati
Yang penyembuhannya
tak cukup sekali
Tapi sekian masa
Terbang dengan sendirinya
Terlupa
6 Mei 2017
MUTIARAKU
Oleh Linda Safarlina
Hari ini kau ukir prestasi
Bercerita bahasa jawa di RRI
pengalaman yang ibumu ingin lakukan
Tapi tak pernah kesampaian
Semoga ini
Awal prestasi
Yang akan beranak pinak
Jangan bosan belajar, Delisa
Padamu kutitipkan impian
30 Maret 2015
MAN PURWOKERTO 2
Oleh Linda Safarlina
Kami
datang saat mentari
baru
unjuk gigi
para
guru berseri menyambut kami
diiringi
suara merdu sang qori
masa-masa
yang menakjubkan
bertemu
kawan dan juga lawan
kami
bersaing mencari kebenaran
mencari
ilmu untuk masa depan
ilmu
umum juga ilmu agama
semua
terurai di sana
di
MAN Purwokerto 2
gedung
megah menjulang
menunjukkan
perkembangan
di
pelataran terpajang
aneka
merk kendaraan
itulah
madrasah kami
di
pinggir jalan jenderal sudirman
di
pagari pohon jati
sungguh
asri dan nyaman
September, 2013
Untuk Kelas XII
Oleh
Linda Safarlina
Anakku,
Rumah
ini tak cukup lagi menampungmu
Adikmu
akan lahir
Kau
harus berganti ruang dengannya
Bapak
dan ibumu telah membekalimu
Di
luar sana ada yang mau meminangmu
Kalau
kau tidak mau
Berusahalah
sendiri
Menjadi
rakyat mandiri
Tetapi
Anakku,
Untuk
bisa keluar dari rumah bapak –ibu
Kau
harus melewati pintu itu
Bapak-ibu
telah banyak memberi kunci
Pilih
sendiri kunci yang tepat untuk membukanya
Bapak-ibu
ingin kau menjadi dewasa
Jujur
dan beretika
Tetapi
Eyangmu
cukup sayang padamu
Ia
akan memberi kunci
Bila
kau mau bersilaturahmi
Untuk
anakku yang tak mau
Dan
tak mau bersilaturahmi
Doa
bapak-ibu menyertaimu
Semoga
kau sukses membukanya
Tak
perlu pesta menyambut dunia
Hamdalah
cukuplah
Purwokerto, 19 Februari 2013
KABUT DI PAGI HARI
Oleh Linda Safarlina
Pagi ini kau tak seperti mentari
Aku pun begitu untukmu
Senyummu yang kunanti
Tak juga menghiasi pagi
Kau membuatku marah
Aku pun begitu untukmu
Beberapa
slentikanku
Memerahkan
telingamu
Dan
kau menangis.
Aku tak peduli lagi
Karena waktuku limit sekali
Kutinggalkan engkau
Dengan emosi
Sungguh emosi
Hingga tak kusadari kau masih dini
Di
sini aku terpenjara
Oleh
dosa yang kubuat padamu
Anakku,
maafkan ibu
Yang
tak bisa sempurna
Membimbingmu.
Jangan Begitu, Anakku
Oleh Linda Safarlina
Bagai terusuk duri
Ucapanmu tajam sekali
Tak layak untuk anak usia dini
Kemarahanmu memang salahku
Tapi sungguh tak kukira
Tangismu sedemikian rupa
Memecahkan kesejukan pagi
Yang baru kita rasa.
Mengapa engkau begini, Delisa?
Oh, maaf, bukan itu
Ini salah kami orang tuamu
Kurang lurus membimbingku
Kita masih punya waktu
Kami harus introspeksi
Dan engkau masih dini
Masih banyak kesempatan
Membekali diri dengan
kebaikan
Maafkan kami, Delisa
Selalu saja tak sempurna
Menjadi orang tua
IBU
Oleh
Linda Safarlina
Kasihmu
sepanjang masa
Kasihku
kadang senyap kadang menggelora
Bergantung
hati merasa
Kini
aku telah menjadi sepertimu
Merasakan
mengasihi dan merindu
Meski
lelah dan sakit karenanya
Maafkan
aku
Hanya
bisa berdoa
“Semoga
Alloh mengasihimu
Seperti
engkau mengasihiku
Di
waktu kecil”
Itu
pun kadang terlewatkan
Terlupakan
oleh banyaknya keinginan
Tapi
aku tak henti berusaha
Melawan
marah, benci, dan iri
Yang
kadang merasuki
Tak
cukup waktu membalas
Budi
baikmu
Tak
cukup harta membalas
Kasih
sayangmu
Tak
cukup
Tak!
Purwokerto, Januari 2010
Oleh Linda Safarlina
Tak
bersenjata
Tak
tampak rupa
Tak
kenal masa
Tak
juga bermassa
Satu
versus Satu
Kau
menyapa
Mengaku
saudara
Menjamu
segala rupa
Keindahan
dan kemewahan
Dengan
lembut kau bisikkan
Meluluhkan
benteng pertahanan
Menghancurkan
diri
Memporak
–porandakan family
Membumi
hanguskan negeri
Bahkan
menenggelamkan dunia ini
Kau
penjajah hati
Kau
kuasai kami
Kami
tunduk kepadamu
Nafsu
Kecuali
hamba yang beriman
Kau
dapat dikendalikan.
Purwokerto, 29 Oktober 2013
oleh Linda Safarlina
Tak
perlu sisngsingkan lengan baju
Tak
juga senjata dan peluru
Ia
dekat denganmu
Kapan
saja kau dalam pengawasannya
Lengah
sedikit kau terperdaya
Hai
pemuda,
Penjajah
itu bukan manusia
Penjajah
itu tak berupa
Ia
merasuk ke dada
Menyebar
panca indra
Hai
pemuda,
Waspadai
media
Waspadai
teknologi
Dengan
ini
Ajaran
Illahi
Agar
tak dikuasai
Penjajah
hati
Purwokerto, 29 oktober 2013
Pelangi
Oleh Linda Safarlina
Merah
kuning hijau
Tak
pernah terpisahkan
Hadir
bersama bergandengan tangan
Menyapa
kami usai rintik hujan
Ketakutan,
kekhawatiran
Sirna
karena sapamu
Teruslah
bersatu
Pelangiku
Seperti
pendahulu kami
Delapan
puluh lima tahun yang lalu.
Purwokerto,
29 oktober 2013
KEKASIH
Oleh
Linda Safarlina
Kurasa
sejuk bukan karena pepohonan
Kurasa
aman bukan karena penuh rudal dan senapan
Kurasa
bahagia bukan karena harta
Kurasa
indah bukan karena senja memerah
Tapi
Karena
Tutur
katamu
Keimananmu
Kehadiranmu
dan
senyummu
Kekasih
Purwokerto,
Januari 2006
Cerita Lalu
Oleh
Linda Safarlina
Puluhan
musim telah berganti
Kenangan
bersamamu tak juga pergi
Semakin
dilupakan kian terpatri
Padahal,
dulu….
Sakitnya
dikhianati tak terperi
Hingga
maaf tak kuberi
Aku
memilih pergi meninggalkanmu
Berijabqobul
dengan yang baru
Bahagia
bisa melupakanmu.
Tak
kukira takdirNya
Mempertemukan
kita kembali
Meski
masing-masing ada yang memiliki
Debar
jantung ini sulit terkendali
Meloncat-loncat
kian kemari
Memungut
serpihan-serpihan kenangan
Yang
tak hilang
Kini,
cerita lama kembali menyapa
Menggoda
hati yang belum tertata
Purwokerto, 18 September 2013
Maut
Oleh
Linda Safarlina
Engkau pasti menyapa semua manusia
Engkau
datang dengan berbagai cara
Tak
peduli masa tak peduli di mana
Engkau
sangat menyakitkan
Tak
terkecuali orang beriman
Bila
ditunggu engkau abaikan
Bila
dilupakan engkau datang
Maut,
Bila
engkau hendak menyapa
Kumohon
ketuk pintu terlebih dulu
Bermalamlah
dua, tiga hari di tempatku
Ceritakan
bagaimana engkau akan mengajakku
Aku
tak bermaksud menghindarimu
atau
menolakmu,
Hal
itu jelas aku tak mampu
Aku
hanya ingin pergi bersamamu
Dengan
wajah berseri
meski
sakit tak terperi
Purwokerto, 22 September 2012
Puisi 14
Pagi yang Tak
Terkendali
Oleh Linda Safarlina
Apa yang terjadi pagi ini
Tak kuketahui
Sekelompok polisi
Menyambangi sekolah kami
Diikuti sekelompok organisasi
Katanya
Ada yang menyinggung hati
Sekelompok organisasi
Yang tersinggung itu
Meminta pertanggungjawaban diri.
Hal ini tak pernah kuduga
Karena lidahku pun sering tak terjaga
Ya Alloh, Engkau yang kuasa
Semua yang terjadi telah
Engkau ketahui.
Bimbing kami,
Satu kan kami,
Jangan biarkan
Huru-hara ini terjadi.
Purwokerto, 17
September 2015
Akibat Lidah
Oleh Linda Safarlina
Lidah memang tak bertulang
Yang terucap tak lagi dikenang
Namun
Lidah juga tajam bak pedang
Menusuk, merobek hati sasaran
Namun
Semua terjadi
Karena mulut tak terkunci
Para hati yang tersakiti
Meminta pertanggungjawaban diri
Tapi takpernah terduga
Begini akibatnya
Yang tak bersalah terkena imbasnya
Menumbuhkan sakwasangka
Hingga seperti tak ada akhirnya.
Kami belum dewasa
Belum bisa menghargai perbedaan yang ada
Mengapa Engkau membiarkan ini terjadi?
Sesama saudara saling menyakiti
Di antara kami merasa menang sendiri.
Purwokerto, 18
September 2015
Wajah Pendidikan Kita
By Linda Safarlina, S. Pd.
Gedung-gedung sekolah mengangkasa
Perpustakaan, laboratorium, dan sarana olahraga melengkapinya
Jam belajar pun seperti kereta
Menjadi juara oliempiade dunia sudah biasa
Puluhan, ratusan, jutaan sarjana telah tercipta
Perpustakaan, laboratorium, dan sarana olahraga melengkapinya
Jam belajar pun seperti kereta
Menjadi juara oliempiade dunia sudah biasa
Puluhan, ratusan, jutaan sarjana telah tercipta
Tetapi mengapa
Kebodohan dan kemiskinan masih menjadi masalah utama?
Mari kita introspeksi
Mengapa ini terjadi
Di tengah-tengah suburnya alam kita kelaparàn
Di tengah-tengah air bersih yang melimpah kita kehausan
Di tengah-tengah hutan emas, wanita Indonesia miskin perhiasan
Mengapa kekayaan yang ada belum mampu menyejahterakan sebagian dari kita?
Mengapa hak pendidikan yang tak perlu diperjuangkan belum mampu membebaskan dari kebodohan?
Mengapa jutaan buku yang tercipta belum mampu membebaskan rakyat dari rabun membaca?
Mungkin salah kami, guru dan orang tua
Yang hanya bangga bila anak didiknya menjadi dokter, pejabat, dan teknokrat
dengan menyepelekan petani, nelayan dan pedagang.
Kebodohan dan kemiskinan masih menjadi masalah utama?
Mari kita introspeksi
Mengapa ini terjadi
Di tengah-tengah suburnya alam kita kelaparàn
Di tengah-tengah air bersih yang melimpah kita kehausan
Di tengah-tengah hutan emas, wanita Indonesia miskin perhiasan
Mengapa kekayaan yang ada belum mampu menyejahterakan sebagian dari kita?
Mengapa hak pendidikan yang tak perlu diperjuangkan belum mampu membebaskan dari kebodohan?
Mengapa jutaan buku yang tercipta belum mampu membebaskan rakyat dari rabun membaca?
Mungkin salah kami, guru dan orang tua
Yang hanya bangga bila anak didiknya menjadi dokter, pejabat, dan teknokrat
dengan menyepelekan petani, nelayan dan pedagang.
Kesuksesan pendidikan adalah kemandirian
Kemandirian kita masih menjadi angan
Sekalipun tinggi jabatan tetap menjadi karyawan
Ubahlah cara pandang
Jangan remehkan pemuda yang mampu mengubah seonggok jagung menjadi maizena.
Mengubah irisan kayu jadi hiasan berharga
Tetapi,
Pendidikan bukan hanya berorientasi pada materi
Pendidikan berorientasi pada perubahan ke arah perbaikan
Perbaikan di segala bidang
Perbaikan pada moral kita
Itu yang utama
Kita bangga pada Rosul kita
Kita bangga pada para pahlawan negeri
Kita bangga pada guru guru kita
Tapi mengapa
Kita tidak mengikuti jejaknya?
Pendidikan kita
Mengikuti siapa?
Bila nilai tak lagi bernilai
Pendidikan hanyalah tempat mainan
Kemandirian kita masih menjadi angan
Sekalipun tinggi jabatan tetap menjadi karyawan
Ubahlah cara pandang
Jangan remehkan pemuda yang mampu mengubah seonggok jagung menjadi maizena.
Mengubah irisan kayu jadi hiasan berharga
Tetapi,
Pendidikan bukan hanya berorientasi pada materi
Pendidikan berorientasi pada perubahan ke arah perbaikan
Perbaikan di segala bidang
Perbaikan pada moral kita
Itu yang utama
Kita bangga pada Rosul kita
Kita bangga pada para pahlawan negeri
Kita bangga pada guru guru kita
Tapi mengapa
Kita tidak mengikuti jejaknya?
Pendidikan kita
Mengikuti siapa?
Bila nilai tak lagi bernilai
Pendidikan hanyalah tempat mainan
Biodata penulis
Linda Safarlina, S. Pd. Lahir
di Banyumas pada tanggal 10 Januari 1978. Pendidikan terakhir sarjana Bahasa
Indonesia UPI Bandung. Saat ini mengajar di MAN Purwokerto 2. Menjadi guru dan
penulis adalah cita-cita sejak kecil. Alamat tempat tinggal saat ini, Jalan Sidodadi Indah RT 01/07 Sokaraja
Tengah, Banyumas.
Komentar
Posting Komentar